PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA BAGI GURU DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN SMAK
Keywords:
Penguatan, nilai-nilai Pancasila, lembaga pendidikan, guru, siswaAbstract
Artikel ini berbicara mengenai penguatan nilai-nilai Pancasila dalam lembaga pendidikan. Konteks penguatan nilai-nilai Pancasila ialah bagi guru sebagai pelaku pendidikan dan subjek didik. Pembicaraan mengenai nilai-nilai Pancasila tidak pernah tuntas dan tidak pernah habis karena nilai-nilai Pancasila selalu dihidup dan dimaknai secara baru dalam konteks zaman. Oleh karena itulah maka penulis memaksudkan tulisan ini untuk menggali dan terus menggali kedalaman nilai-nilai Pancasila sehingga nilai-nilai Pancasila tetap dan selalu menjadi dasar dan pegangan bagi seorang guru. Selain itu, tulisan ini menjawabi kegelisahan eksistensial seorang penulis akan fenomena bangsa yang mengkhawatirkan yang mana nilai-nilai Pancasila mulai luntur, pudarnya dalam dinamikan kebangsaan Indonesia.
Metode yang di pakai oleh penulis dalam kajian penguatan nilai-nilai Pancasila ini adalah hermeneutika. Proses hermeneutik bukan sekedar memahami, menjelaskan dan mengerti pesan teks, tetapi membangun sebuah ruang dialogis antara meaning in it self dengan dunia. Ruang dialogis adalah ruang antara perumus nilai-nilai Pancasila dengan diri kita sekarang. Oleh karena itu, memahami dan memaknai bahasa yang digunakan oleh pendiri bangsa yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila memuat sekaligus unsur apa yang dikatakan dan yang tidak dikatakan. Uraian tema penguatan nilai-nilai Pancasila bagi guru merupakan uraian deskriptif interpritif. Pencarian kandungan nilai-nilai Pancasila dalam konteks ini memiliki nuansa “kritik diri”.
Berdasarkan temuan penulis dalam proses hermeneutika terhadap nilai-nilai Pancasila, penulis menyimpulkan bahwa menggali dan mendalami kedalaman nilai-nilai Pancasila seperti seorang yang sedang melakukan perziarah rasional. Peziarahan rasional akan nilai-nilai Pancasila sejatinya selalu membawa dalam konteks “kekinian”. Dengan demikian, Pancasila yang sudah dirumuskan dan menjadi nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis hidup berbangsa dan bernegara, tidaklah dilihat hanya sebatas “teks” usang, melainkan makna itu tercetus seperti “traces” atau dalam jejak-jejak keseharian kita sebagai guru.